Ruang
202
Ade Zahwa Nurhany
Sama seperti
biasanya, menikmati kampusku yang bisa dikatakan tercinta. Matahari tidak
menyengat seperti biasanya, mungkin karena akan segera turun hujan. Ku
langkahkan kakiku menuju tangga untuk masuk ke ruang 202 dilantai 2. Entah ini
baik atau buruk, kami mendapatkan ruangan dilantai 2, tapi malah kehilangan
lorong biologi yang kami cintai dilantai 3.
Saat kakiku sudah
tepat berada didepan ruang 202, ku beranikan diri untuk membuka pintu. Ini
permasalahan yang selalu dihadapi mahasiswa takut terlambat, tapi entah mengapa
selalu terlambat. Bisa dilihat dari smartphone ku menunjukan angka 08.05 WIB,
ini adalah hal tergila yang selalu kulakukan saat pergi ke kampus UMP. Yaitu
pergi dari rumah pukul 07.55 WIB, padahal sudah tahu jarak dari rumah ke kampus
begitu jauh.
Perlahan ku buka
pintu dengan hati-hati, takut-takut dosen sudah hadir. Semua perasaan itu
lenyap saat melihat senyum polos mereka yang tak berdosa atau mungkin malah
sebaliknya. Tapi satu hal yang selalu ku syukuri,
“Mereka adalah
orang-orang hebat.” Kalimat itu yang selalu muncul diotakku saat melihat
mereka.
“Ade!!! Hari ini
jadikan rapat buat progja?” Pertanyaan Syarifah saat melihat wajah ku.
“Ya, Jadi jangan
lupa diperpus habis matkul ini.” Ucap ku sambil berjalan kedepan mengambil
tempat dudukku. Namun otakku langsung bekerja.
“Jahari!!!! Hari
ini rapat di Perpus. Jangan lupa!!!” Teriakku saat otakku mengingat dirinya.
“Iya, De.” Ucap Jahari
lembut.
Ya, kami memang
masuk dalam Himpunan Biologi tepatnya Bidang Keagamaan. Kalau kata Ida yang
merupakan ketua kelas kami itu ‘Membangun Himpunan kembali’. Kami tidak ingin
menghujat himpunan yang lama, karena kami takut ini juga berakhir seperti
mereka.
“Ade” Panggil
seseorang dari belakang, saat aku menoleh ternyata dia. Dia yang paling
ditakuti dikelas sang Bendahara, tentu saja ditakuti saat menagih uang kas.
Namanya Frilianty Putri.
“Iya Puput ngapa?”
tanyaku padanya.
“Bayar uang
kasmu.” Ucapnya manis namun menyebalkan bagi ku, tapi apapun dia. Bagiku Putri
tetap bagian yang terpenting didalam kelas dan tidak dapat diganti oleh
siapapun.
***
Saat suasana kelas
mulai sepi karena datangnya hujan, mataku tertuju pada setiap tetes hujan yang
jatuh ke tanah. Waktu berjalan begitu cepat, sudah 2th kami semua bersama. Ada
banyak hal terjadi.
Orang yang pertama
kulihat adalah Ida Kurniawati ketua kelas yang paling dicinta, walau ada
beberapa orang berbicara buruk tentangnya. Bagiku Ida yang terbaik dan bisa
dijadikan panutan untuk segala kerja kerasnya bagi kami Biologi A angkatan
2013. Ida merupaka teman baik Putri dan Siti Nurmutmainah pastinya, mereka
mengingatkanku saat zaman SMA tentang julukan yang kuberikan kepada temanku ‘Group
Smart’ yang isinya Beti sang heboh namun pitar, Rizqy yang begitu taat dan
Iskandar yang egois. Tapi tentu saja untuk Ida cs berbeda dari Iskandar cs.
Pandangan ku beralih ke Om tercinta ku Asif Alexander, dia
membuatku lebih dekat dengan beberapa
temannya. Asif membuatku melihat yang belum pernah kulihat. Pengorbanan seorang
Asif dan sikap santai yang kelewat batas terkadang membuatku geram, tapi apapun
dia, dia adalah Asif Alexander yang baik dan terkadang biasa sangat diandalkan.
Teman Om ku, Sang ‘Duo Playboy’ julukan yang selalu kuberi untuk ‘Duo Ahmad’
kalau kata teman sekelas kami. Masih ingat diotakku teori cinta sang pujangga
Ahmad Jahari dan sikap membingungkan dari Ahmad Yusuf. Lalu teman Asif yang
paling pasrah Amboni, terkadang hanya bingung kenapa dia selalu bersikap
pasrah. Tapi dibalik itu banyak cerita tentang Amboni yang selalu membuatku
penasaran. Lalu sang Srikandi dari kelompok mereka Yesi Fitriani dan Mutia
Uliyanti, mereka berdua adalah orang yang menarik dan baik. Walau banyak
gunjingan tentang mereka, namun tidak menyulutkanku untuk berteman dengan
mereka.
Hal yang menarik tentang kami adalah ‘Cinta’ banyak cinta yang
hadir dikelas kami. Seperti kisah cinta Sang Protectif dan Pembangkang, kisah
cinta lintas prodi, kisah cinta lintas Universitas, kisah cinta Penuh
pengorbanan, serta kisah cinta diam-diam. Tapi apapun cinta yang mereka miliki,
rasa cinta itu bukanlah sebuah kesalahan bukan? Karena, setiap orang memiliki
pilihannya sendiri tentang cintanya.
Ku langkahkan kakiku menuju kursi kosong didekat Om ku. Kami hanya
diam membisu. Tapi itu mengingatkanku tentang IP, nilai yang selalu ingin kami
capai untuk hasil semester. Otakku langsung mengingat, saat Amboni bercerita
tentang nilainya dan kejujurannya.
Terkadang aku hanya berfikir, dosen selalu memperingatkan kami
untuk jujur dalam mengerjakan ujian. Tapi bahkan kejujuran kami didalam
mengerjakan ujian tidak pernah dihargai. Mereka hanya ingin melihat hasil, kami
disini tidak memiliki otak seperti Ida, Siti dan Putri yang biasa menampung
semuanya. Otak kami sangat terbatas, sulit dijelaskan bagaimana otak kami
bekerja. Ingat saat Asif mengatakan,
“Nilai IP tidak menjamin masa depan dan tidak mencerminkan siapa
kami sebenarnya.”
Atau pertanyaan Amboni
“Gimanalah De? Ambon udah berusaha jujur. Tapi mereka malah
enak-enakkan nyontek. Pasti tetap ngak biasa nyaingi mereka.”
Miris memang, saat kejujuranseharusnya dijunjung tinggi. Ini malah
kebohongan yang sangat dihargai. Terkadang aku hanya berfikir.
“Kita ini guru, lalu bagaimana biasa kita mengajarkan ke anak didik
kita tentang moral? Sedangkan moral kita tentang kejujuran telah hilang karena
keadaan yang mengharuskan.”
“Kita ingin bangsa ini lebih baik, tapi tanpa sadar kita sendiri
yang merusaknya dengan cara yang sangat halus.” Ujarku pada Amboni saat kami
membahas tentang nilai IP.
Hal yang selalu ku takutkan adalah saat bangsa ini benar-benar
lebih menghargai kebohongan dari pada sebuah kejujuran.
Aku tidak pernah mengatakan bahwa aku tidak pernah menyontek. Aku
pernah menyontek, karena itu sangat dihargai oleh mereka. Ingatan ku kembali
saat Pretest Verteb kemarin, saat salah satu asdos melihat jawabanku.
“Kok, jawabannya hanya segini?”
“Ngak tau kak, kalau hari ini Pretest, soalnya kemarinkan udah?
Lagian tadi ngak sempet belajar. Karena, tadi baru aja selesai praktikum
Panero. Lagian hanya ini yang ade tahu dapi pada nyontekkan?” tanyaku.
“Cari aja jawabannya, ini namanya tidak menghargai.” Ucapnya sambil
mengembalikan kertasku.
See??? Bahkan aku sangat tahu, para asdos melihat mereka menyontek
dan secara tidak langsung dia menyuruhku menyontek asal hasil pretest bagus.
Untuk Pretest memang tidak semuanya jujur tapi hanya sebagian saja hasil
mencontek, karena jika aku tidak tahu maka akan mengarang bebas.
Tetapi untuk MID dan UAS adalah murni dari hasil kerja kerasku,
walau jawabannya terkadang banyak mengarang bebas. Dan aku hanya miris kepada
mereka yang menyontek saat MID dan UAS, ingin mengatakan itu salah tapi? Yang
benar bagaimana? Bahkan dosen hanya melihat nilai tanpa tahu bagaiman
perjuangan. Tapi satu hal yang selalu ku ingat saat Iskandar mengatakan
“Untuk apa nilai tinggi hasil mencontek? Nanti kalau didunia kerja
diuji dan kita ngak tahu apa-apa, bukannya malah malu? Setidaknya mending hasil
sendiri.” Ucapnya padaku saat kami akan menghadapi UAN di SMA, saking kesalnya
karena hampir seluruh kelas membeli kunci jawaban kecuali Aku, Dia dan Beti.
Serta ada sebuah
ayat yang selalu memotivasi selain perkataan Iskandar
“Bahkan daun saat
ingin jatuh dari pohon itu atas persetujuan ALLAH.” Satu hal yang pasti, tanpa
persetujuan Allah, jika Allah tidak meridhoi kita akan tetap jatuh dan tidak
dapat berdiri tegak.
Tapi setidaknya beberapa pihak juga harus menerapkan sikap jujur
dan bukan hanya teori dimulut. Itu menyebalkan dan sebuah ketidak adilan bagi
mereka yang jujur. Serta pada akhirnya mereka yang jujur hanya mampu berdoa
kepada Allah, mungkin ini sisi positif yang dapat diambil dari kejujuran yang
tidak dihargai. Setidaknya setiap pilihan memiliki sisi positif dan negatifnya.
“Hujan dah reda!!! Pulang yuk?” Teriak Asif disampingku yang
membuyarkan segala lamunanku, dasar menyebalkan. Tapi lucu juga.
“De jadikan?” ucap jahari lebut.
“Tentu saja.” Jawabku sambil mengambil tas disisi lain tempat duduk
yang ku duduki sekarang.
‘ Dan nasib kami
masih ditentukan 2th lagi. Semangat kawan-kawan untuk menggapai cita-cita kita
semua. Serta untuk orang yang disana, aku tidak akan kalah darimu. Kita
sama-sama berjuang bukan?’ ucapku dalam hati sambil melangkah pergi dari ruang
202 menuju Perpustakaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar